Finlandia
dan Teori Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara
A. Ajaran pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik),
yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar
Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat
pendidikan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang
akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut: Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan
hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras
dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
B. Pendidikan di Indonesia saat ini
Pendidikan di Indonesia
adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia,
baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur,
pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu bernama
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia,
semua penduduk wajib mengikuti program wajib
belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di
Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama,
yaitu: Pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal.
Sangat berbeda antara Indonesia
dan Finlandia. Tidak ada UN (Ujian Nasional) di Finlandia, karena
pemerintah percaya bahwa guru lebih paham tentang kurikulum dan cara terbaik
menilai murid-muridnya. Karena sistem pendidikan yang fleksibel inilah sehingga
guru bisa mengembangkan potensi siswa-siswinya secara maksimal. Baru-baru ini
isu akan dihapusnya ujian akhir nasional sedang menjadi buah bibir dikalangan
pemerintah dan masyarakat yang luas. Sangat banyak pro dan kontra yang muncul
dipermukaan publik. Bagi yang menyetujui dihapusnya ujian akhir memiliki alasan
tertentu, salah satunya mereka menilai bahwa ujian akhir hanya menghabiskan
anggaran negara yang hasilnya tidak sesuai atau tidak murni karena usaha keras
siswa. Disamping itu keterlibatan beberapa oknum untuk meluluskan anak
didiknya. Alasan lain dari itu mereka menganggap ujian akhir adalah hal yang
sangat menakutkan dan memakan korban. Beberapa kasus yang telah terjadi siswa
meninggal dunia atau sengaja mengakhiri hidupka diakibatkan tidak lulus dalam
ujian akhir. Bagaimana mungkin masa depan seorang siswa hanya ditentukan oleh
ujian akhir yang hanya diadakan beberapa hari.
Sedangkan menurut mereka yang menilai ujian akhir perlu dipertahankan
karena menilai disamping adanya sisi negatif dari sebagian orang sudah pasti
sisi postifnya dapat kita ambil. Ujian akhir adalah tolak ukur dari kemampuan
siswa/penilaian. Jadi dalam hal ini saya sendiri masih memposisikan diri
ditengah-tengah dengan artian fifty-fifty untuk mempertahankan atau menghapus
ujian akhir. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di
Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu : Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik, Rendahnya Kualitas Guru, Rendahnya Kesejahteraan Guru, Rendahnya
Prestasi Siswa, Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan, Rendahnya Relevansi
Pendidikan dengan Kebutuhan, Mahalnya Biaya Pendidikan.
C. Pendidikan di Finlandia saat ini
Mungkin kita akan sedikit terkejut dengan sistem pendidikan di Finlandia
yang cukup berbeda dari negeri kita dan bahkan ada yang cenderung kebalikan
dari pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Inilah beberapa sitem pendidikan
yang diterapkan di Finlandia, yaitu: Anak-Anak
Baru Boleh Bersekolah Setelah Berusia 7 Tahun, Setiap 45 Menit Belajar Siswa Berhak Mendapatkan 15 Menit Waktu Istirahat,
Semua Sekolah Negeri Bebas Biaya dan
Sekolah Swasta Diatur Secara Ketat Supaya Tetap Terjangkau, Pemerintah Membiayai Semua Guru Untuk
Mendapatkan Gelar Master, Tidak
Ada Ujian Nasional. Tidak ada UN di Finlandia, karena pemerintah percaya
bahwa guru lebih paham tentang kurikulum dan cara terbaik menilai
murid-muridnya. Karena sistem pendidikan yang fleksibel inilah sehingga guru
bisa mengembangkan potensi siswa-siswinya secara maksimal, Jam Sekolah Lebih Pendek. Selain
memiliki waktu istirahat yang panjang, Tidak
Ada Sistem Ranking Atau Peringkat di Sekolah.
D. Kesetidakberjalanan antara pendidikan di Indonesia dan
di Finlandia
Ada beberapa perbandingan sistem
pendidikan antara Indonesia dengan Finlandia yang memiliki prestasi peserta
didik terbaik di dunia, yaitu :
a)
Pelajar di Finlandia datang ke sekolah hanya 190 hari
dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di
Indonesia. Sebaliknya,Indonesia memberikan waktu belajar di sekolah
sebanyak 230 hari (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar
efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Kita masih menganut pandangan
bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan
semakin banyak hari libur anak makin pintar.
b)
Finlandia menganut sistem Humanistik yakni
sistem belajar yang menekankan pada peserta didiknya untuk memadukan teori dan
praktek serta menempatkan murid sebagai objek yang bebas merdeka namun diiringi
rasa tanggung jawab, pembelajarannya melakukan pendekatan dialogis,
reflektif dan ekspresif. Sehingga mereka mampu memecahkan problem solving.
Sementara sistem pendidikan Indonesia ialah bersifat teori Behavioristik yang
lebih menekankan teori dan belajar dengan metode stimulus-respon,serta
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini
menekankan prilaku akibat efek dari belajar.
c)
Finlandia dalam memberikan pelajaran tidak melalui
metode ceramah, melainkan dengan menyuruh peserta untuk aktif mencari bahan
pelajaran dan pengajar hanya memberikan arahan. Sehingga peserta lebih
mengetahui secara real tentang apa yang mereka cari. Di Indonesia, metode
ceramah masih laris manis digunakan, memang peserta juga ikut aktif tapi, hanya
pada akhir pelajaran saja yakni “apa ada yang ingin bertanya ? “ itupun jika
ada yang ingin bertanya, dan waktunya pun diakhir pelajaran.
d)
Finlandia tidak mengadakan testing untuk kelulusan
karena bagi mereka hal tersebut hanya melatih peserta mereka untuk dapat lolos
dari target. Bukan untuk mencari hakikat dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan
di Indonesia, test masih membudaya untuk digunakan. Sehingga peserta hanya
memikirkan bagaimana cara untuk lulus ujian.
e)
Finlandia tidak menggunakan istilah istilah ranking
dan naik kelas karena akan timbul masalah psikologi antara mereka yang ranking
satu dengan ranking bawah sehingga terlihat perbedaan antara si pintar dan si
bodoh Mereka juga tak ada pembagian kelas apalagi tinggal kelas sama sekali
tidak ada, hal ini karena akan timbul permasalahan psikologis antara si tua dan
si muda tapi mereka memberikan kesempatan belajar bagi peserta didik selama
jangka waktu yang ditentukan.Sementara di Indonesia istilah ranking dan naik
kelas “wajib” ada. Hal ini dilakukan agar peserta didik lebih termotivasi dalam
belajar.
f)
Suasana pendidikan di Finlandia lebih nyaman dan
fleksibel. Mereka tak mewajibkan seragam dan mereka menerapkan pembelajaran
dengan suasana yang nyaman. Sementara di Indonesia orang terpelajar ditandai
dengan “seragam”.
g)
Sarana pendidikan di Finlandia memberikan bimbingan
konseling bagi para siswanya yang mempunyai kebutuhan khusus. Sementara di
Indonesia sekolah tak mau direpotkan oleh hal tersebut. Selain itu, asupan gizi
pelajar di Finladia sangat diperhatikan untuk menunjang penyerapan materi. Dan
di Indonesia jika waktu istirahat pelajar kebanyakan membeli snack-snack saja
h)
Finlandia sangat memperhatikan asupan gizi bagi
murid-muridnya. Hal ini terlihat dari makan siang yang bergizi, mulai dari
susu, roti, pasta, ikan asap, dan sup dan semua itu disediakan sekolah secara
gratis.sementara di Indonesia jika waktu istirahat pelajar kebanyakan membeli
snack-snack (makanan ringan) dan itupun biasanya mereka beli di pinggir-pinggir
jalan yang tidak terjamin kebersihannya.
i)
Di Finlandia tak ada sistem pengkotakan, maksudnya
semua jenjang masyarakat dapat merasakan fasilitas yang sama,pendidikan gratis
mulai dari pendidikan dasar hinggai Perguruan Tinggi.Pemerintah bahkan
menyediakan bus jemputan untuk murid sekolah dasar. Jika tidak ada bus
jemputan, pemerintah memberikan subsidi uang transportasi untuk siswa.
Sementara di Indonesia, yang kaya berhak mendapatkan yang lebih baik,sedangkan
orang yang kurang mampu tidak begitu diperhatikan,bahkan banyak yang putus
sekolah. Walaupun pemerintah telah menggalakkan program wajar 12 tahun dengan
slogan “gratis” tapi tetap saja banyak pungutan lain yang dilakukan oleh pihak
sekolah.Sehingga kata “gratis” itu dirasa percuma karena tetap harus banyak
uang yang dikeluarkan untuk biaya-biaya lain.
j)
Di Finlandia, tidak ada pengkastaan sekolah. Sekolah
swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah
negeri. Sedangkan di Indonesia terdapat pengelompokkan siswa dalam
kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan
kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat
pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus,
sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah
swasta yang dianaktirikan).
k)
Di Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari
kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di
Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan
menghargai keanekaragaman kultural. Sementara di Indonesia bahasa Inggris
wajib diajarkan sejak kelas I SMP.
l)
Di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau
model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan
pertimbangannya. Sementara di Indonesia masih memaksa guru membuat silabus
dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE
(Buku Sekolah Elektronik).
m)
Di Finlandia semua guru harus tamatan S2 dan
merupakan 10 lulusan terbaik dari universitas tersebut,sementara di kita
masih pusing meningkatkan kualifikasi guru agar setara dengan S1, dan masih
menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan.
n)
Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi
sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan
pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk
PT. Sedangkan di Indonesia siswa-siswi dibebani dengan banyak tes (ulangan
harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan
ujian nasional).
o)
Di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum
hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di
rumah. Sebaliknya,di Indonesia PR amat penting untuk membiasakan siswa
disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari tanpa PR.
Perbedaan
antara sistem pendidikan di Finlandia dengan sistem pendidikan di Indonesia
dapat diamati dari berbagai aspek, antara lain:
a) Guru / Pendidik
Guru
merupakan salah satu komponen yang penting dalam penyelenggaran pendidikan bagi
sebuah negara. Sebagai negara dengan
pendidikan terbaik dunia, Finlandia mengungkapkan kunci sukses keberhasilan
pendidikan terletak pada guru. Di Finlandia, profesi guru merupakan profesi yang sangat dihargai. Guru di Finlandia
tidak mempermasalahkan besarnya gaji yang diterima. Mereka beranggapan bahwa
membuat anak didik menjadi tahu adalah yang paling utama dalam pengajaran. Lain
halnya dengan guru di Indonesia yang cenderung mengesampingkan peran utamanya
sebagai pengajar. Tidak sedikit guru di Indonesia yang mengejar segala aspek
untuk mendapatkan pencapaian yang bersifat personal. Contohnya adalah
berlomba-lomba mengikuti program sertifikasi. Tidak jarang, para guru di
Indonesia mengutamakan kesuksesan sertifikasinya dibandingkan memenuhi tugasnya
dalam mengajar para siswa.
Kenyataan
seperti yang telah dijelaskan di atas membuktikan bahwa terdapat perbedaan visi
misi antara guru Finlandia dengan guru Indonesia. Guru di Finlandia mengabdikan
diri dan pemikirannya untuk siswa sedangkan guru di Indonesia cenderung
mengedepankan karier dan pencapaian diri sendiri. Hal ini sangat memprihatinkan
apabila kita telaah bersama. Peserta didik yang seharusnya mendapatkan
kesempatan mendapatkan ilmu yang maksimal tetapi kadang harus terhambat dengan
kepentingan-kepentingan guru semacam ini.
Selain
ditinjau dari perbedaan pencapaian tujuan, terdapat alasan lain yang
menunjukkan perbedaan antara guru di Finlandia dengan Indonesia. Para guru di
Finlandia tidak mengajar dengan metode ceramah melainkan berupaya menjadi
sahabat bagi para siswa. Mereka berupaya untuk menciptakan suasana sekolah yang
sangat santai dan fleksibel. Di samping itu, guru di Finlandia sangat
memotivasi siswa dan berupaya menjadi contoh yang baik untuk memberikan
peningkatan belajar bagi siswa. Interaksi semacam ini telah membangun hubungan
yang baik antara siswa dan guru. Siswa semakin nyaman dalam mengikuti
pembelajaran dan tidak merasakan rasa tertekan sedikitpun.
Maka, dapat dikatakan bahwa guru di
Finlandia secara tidak langsung telah menerapkan sistem among yang berdasarkan
pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Dalam hal
ini, terdapat unsur memerdekakan siswa seperti yang diajarkan Ki Hajar
Dewantara. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu
berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang
mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Para guru di
Finlandia beranggapan bahwa dengan terlalu banyak komando hanya akan
menghasilkan rasa tertekan dan membuat belajar menjadi tidak menyenangkan bagi
para siswa.
Pendidikan sistem among bersendikan
pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai
kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk
menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup
mandiri. Dalam sikap Momong, Among,
dan Ngemong, terkandung nilai yang
sangat mendasar, yaitu pendidikan tidak memaksa namun bukan berarti membiarkan
anak berkembang bebas tanpa arah. Metode Among mempunyai pengertian menjaga,
membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.
Terlihat jelas bahwa peran dan
realitas guru di Finlandia memiliki kesesuaian dengan ajaran Ki Hajar
Dewantara. Apabila dibandingkan dengan Indonesia, keadaan guru di Finlandia
jauh lebih baik dikarenakan hubungan yang terbangun dengan siswa memiliki
kekuatan yang menunjang semangat belajar siswa. Seperti yang sering kita amati
bahwa guru di Indonesia cenderung mengajar dengan metode ceramah dan
memprioritaskan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Guru di Indonesia
seolah tidak mampu memahami keinginan siswa yang sebenarnya memerlukan nuansa
belajar yang berbeda, yakni santai dan bersahabat. Terkadang, meng-alam-kan
siswa dirasa sangat perlu demi keseimbangan tujuan pembelajaran.
Dalam hal merespon siswa, para guru
di Finlandia sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut
mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal
tersebut akan membuat siswa malu. Pernyataan tersebut memang benar adanya.
Secara logika, siswa yang merasa malu cenderung berputus asa dan kehilangan
semangat belajar. Itulah mengapa guru di Finlandia selalu memperlakukan siswa
dengan adil. Siswa yang lambat dalam memahami materi akan mendapat dukungan
secara intensif oleh gurunya. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan.
Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan
tidak dengan siswa lainnya. Fakta di atas sangat sejalan dengan ajaran Ki Hajar
Dewantara, yakni proses memanusiakan manusia (humanisasi). Ajaran Ki
Hajar Dewantara ini telah diwujudkan dengan diberikannya pendidikan berkualitas
bagi siswa Finlandia yang ditunjang dengan peran serta guru.
Di samping itu, guru di Finlandia
sangat mencerminkan ajaran Trilogi Kepemimpinan yang dicetuskan Ki Hajar
Dewantara, yaitu Ing Ngarsa Sung Taladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut
Wuri Handayani. Para guru di Finlandia sangat memotivasi siswanya untuk
bergerak maju. Dilandasi dengan tingkat pendidikan setiap guru yang terbilang
berkualitas tinggi, maka kualitas pendidikan di Finlandia pun menjadi begitu
berkualitas. Maksud dari trilogi kepemimpinan adalah ketika berada di depan
harus mampu menjadi teladan, ketika berada di tengah-tengah harus mampu
membangun semangat, dan ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang
dan pihak-pihak yang dipimpinya.
Bukan berarti guru di Indonesia
tidak memiliki sifat trilogi kepemimpinan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara.
Guru di Indonesia memiliki peran serta mencerdaskan anak bangsa, namun realitas
yang baik mengenai guru di Finlandia patut dijadikan refleksi bagi para
pendidik di Indonesia terkait bagaimana seorang guru harus bersikap terhadap
siswanya dan bagaimana memperlakukan siswa agar tetap terjaga motivasi
belajarnya.
b)
Kurikulum
Di
Finlandia, kurikulum nasional hanya
berlaku secara umum. Dalam arti, setiap guru diberikan kebebasan mengembangkan
metode pengajarannya. Pemerintah terkesan tidak mau coba-coba terhadap
kurikulum yang baru. Maka tidak heran jika guru-guru di Finlandia membuat
kurikulum mereka sendiri dengan berdasar kepada kebutuhan siswa. Dengan
dibuatnya kurikulum secara mandiri oleh para guru, tujuan pembelajaran akan
tercapai dengan baik. Selain itu, guru dan murid tidak akan mengalami
kebingungan. Akan tetapi, keadaan tersebut sangat berlawanan dengan
pemberlakuan kurikulum di Indonesia. sebaliknya, di Indonesia, kurikulum telah
dibuat oleh pemerintah yang selanjutnya harus diterapkan ke seluruh sekolah.
Oleh karenanya, guru di Indonesia wajib mengikuti kurikulum dari pemerintah
yang hampir setiap lima tahun berubah-ubah. Hal ini tidak berarti Indonesia
mengalami kemajuan yang pesat dalam dunia pendidikan. Seringnya terjadi
pergantian kurikulum yang cenderung dipaksakan menyebabkan pro kontra dari
berbagai lapisan masyarakat.
Sebagai contoh, diberlakukannya kurikulum 2013 baru-baru ini telah memicu
beragam persoalan di Indonesia. Pemerintah Indonesia hanya beranggapan bahwa
apapun yang dilakukan demi kesuksesan prestasi siswa. Namun, apabila kita
mengacu pada pepatah Ki Hajar Dewantara “educate
the head, the heart, and the hand” sangat pantas bagi keseluruhan aspek
pendidikan di Finlandia. Mengapa? Karena pembuatan kurikulum di Finlandia tidak
hanya mengedepankan prestasi para siswa, tapi juga mempertimbangkan proses dan
kesesuaiannya. Namun, dengan adanya kebijakan kurikulum yang seragam di
Indonesia hanya berfokus pada “educate
the head”. Potret nyata inilah yang patut dijadikan evaluasi bagi
pemerintah terkait pemberlakuan kurikulum.
c)
Alokasi Dana
Anggaran dana merupakan elemen yang penting bagi jalannya pendidikan di
sebuah negara. Terdapat beberapa perbedaan yang mencolok terkait alokasi dana
pendidikan di Finlandia dan Indonesia. Di Finlandia, seluruh kegiatan
pendidikan didanai oleh negara. Tidak hanya mendanai pendidikan bagi peserta
didik dan fasilitas sekolah, namun pemeritah juga mendanai pendidikan guru yang
wajib memiliki gelar Master. Alokasi dana pendidikan di Finlandia memang
terbukti disalurkan dengan baik mengingat rendahnya tingkat korupsi di negara
tersebut. Pemerintah Finlandia sangat mengutamakan terjaminnya mutu pendidikan,
sehingga alokasi dana juga harus mensejahterakan siswa dan guru.
Berbeda dengan alokasi dana pendidikan di Indonesia, meskipun pemerintah
selalu menjanjikan pendidikan gratis, tetapi pada prakteknya biaya pendidikan
di Indonesia belum sepenuhnya gratis. Masih banyak pungutan yang harus dibayar
oleh siswa kepada sekolah. Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk
berdampak pula pada pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak
dapat mengenyam pendidikan karena biaya pendidikan yang begitu mahal. Salah
satu penyebabnya adalah karena tingginya tingkat korupsi di kalangan pejabat
pemerintahan Indonesia. Tentu saja keadaan ini benar-benar merugikan masyarakat
Indonesia.
Harapan bangsa dihancurkan dengan praktek korupsi, kolusi, nepotisme yang
dilakukan oleh pemerintah yang pada awalnya telah dipercaya sebagai wakil
rakyat dalam membangun pendidikan dan kesejahteraan bangsa. Hal ini sangat tidak sejalan dengan ajaran Ki
Hajar Dewantara, yakni Tri Pantang. Konsepsi kebudayaan Ki Hajar yang sangat
moralis tertuang dalam ”Konsep Tripantang” yang terdiri dari pantang harta,
praja, dan wanita. Maksudnya, kita dilarang menggunakan harta orang lain secara
tidak benar (misal korupsi), menyalakangunakan jabatan (misal kolusi), dan
bermain wanita (misal menyeleweng). Maka dapat disimpulkan bahwa pada
kenyataannya, pemerintah di Indonesia melanggar konsep Tri Pantang yang telah
dijunjung tinggi Ki Hajar Dewantara. Andaikan pemerintah yang terlibat dalam
dunia pendidikan Indonesia menyadari betul konsep Tri Pantang, maka praktek
korupsi dan hal-hal yang merugikan masyarakat tidak akan terjadi. Alokasi dana
pendidikan akan stabil dan sesuai pada porsinya. Dengan begitu, pemerataan
pendidikan pun dapat dilaksanakan.
d) Aktivitas
Pembelajaran
Setiap
guru di Finlandia hanya menghabiskan waktu 4 jam sehari untuk mengajar di kelas
dan memiliki waktu 2 jam per minggu yang didedikasikan untuk ‘professional development’. Kesuksesan belajar tidaklah harus diukur
dengan peringkat, akan tetapi bagaimana siswa menempatkan dirinya dalam sebuah
alam pembelajaran seperti yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara terhadap
anak-anak didiknya.
Dengan tidak memberlakukan ujian
dan memperhatikan porsi jam belajar siswa, maka Finlandia telah mengaplikasikan
ajaran Ki Hajar Dewantara yang selalu ingin memerdekakan siswa. Sebagai salah
satu sendi dari sistem among, kodrat alam benar-benar tercermin dalam kebijakan
dan cara memperlakukan siswa di Finlandia, mengingat kodrat alam merupakan
syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan
kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir
dan batin anak hingga dapat hidup mandiri.
Akan
tetapi, terlepas dari banyaknya ketidaksejalanan pendidikan di Indonesia dengan
ajaran Ki Hajar Dewantara, terdapat suatu keadaan pada pendidikan Indonesia
yang nyata mencerminkan ajaran Ki Hajar Dewantara. Ajaran tersebut adalah Tri
Sentra Pendidikan. Menurut
Ki Hajar Dewantara, pelaksanaan pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai
tempat yang oleh beliau dinamai Tri Sentra Pendidikan, yakni: alam keluarga,
alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan di sekolah memiliki
tugas memberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan, serta mengembangkan
berbagai nilai dan sikap. Pendidikan di luar jalur sekolah mempunyai tugas
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan warga masyarakat untuk dapat berperan
dalam berbagai bidang kehidupan secara produktif, efisien, dan efektif. Dengan
adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat, peserta didik diharapkan mampu
mengembangkan potensinya dan memenuhi tugasnya dalam menuntut ilmu. Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada
mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan
dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah.
E. Kesejalan antara ajaran Ki Hadjar dan pendidikan di Finlandia
Bangsa Indonesia
patut berbangga bahwa filosofi pendidikan milik Ki Hajar Dewantara dipratikkan
di sekolah-sekolah Finlandia. Sistem tersebut dipakai Finlandia sejak
mereformasi sistem pendidikannya selama 20 tahun.
Banyak penyataan
Menbud Dikdasmen, Anies Baswedan saat memberikan penjelasan tentang kesejalanan
ajaran Ki Hajar Dewantara dan pendidikan Finlandia. Indonesia harus melakukan
perubahan yang lebih baik seperti negara Finlandia melakukan perubahan dunia
pendidikan selama 20 tahun sejak awal tahun 1980 sampai tahun 2000. Finlandia
mengadopsi dan menerapkan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara. Finlandia belajar
dari buku-buku Ki Hajar Dewantara. Buku-buku Ki Hajar Dewantara yang habis di
Sekolah Taman Siswa, Yogyakarta. Padahal Sekolah Taman Siswa merupakan awal
dunia pendidikan diperkenalkan di negara Indonesia.
Pendidikan di
Finlandia dikembangkan berdasarkan sejumlah buku yang ditulis Ki Hajar
Dewantara yang merupakan Menteri Pendidikan pertama di Indonesia. Di Finlandia
menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Kesejalanan antara ajaran Ki Hajar
Dewantara dan Pendidikan Finlandia dapat dilihat dari Ing Ngarso Sun Tulodo. Ajaran ini memiliki kesejalanan dengan
pendidikan di Finlandia yaitu para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu
dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi
pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan
bangsa. Seorang guru yang sangat diutamakan sebagai pendidik pertama-tama
adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai
fasilitator atau pengajar. kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi
dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi.
kepemimpinan/tenaga pengajar (guru) yang harus menjadi teladan yang baik bagi
anak didiknya agar menjadi guru yang berkualitas. Ing Madyo Mbangun Karso yang merupakan ajaran Ki Hajar Dewantara
yang kedua dalam dunia pendidikan. Didalam Ing
Madyo Mbangun Karso memiliki arti kebersamaan, kekompakan, dan kerjasama.
Seorang pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang dipimpinnya , melainkan
ia juga harus berada di tengah - tengah orang yang dipimpinnya. Ini sangat
sejalan dengan di Finlandia, guru sangat memperhatikan anak-anak didiknya dalam
proses pembelajaran. Guru juga kreatif dalam mendidik karena guru yang pertama
kali mengajarkan kolaborasi sehingga anak didik mempunyai wawasan baru dalam
bertindak dalam baru kompetisi.
Tut
Wuri Handayani, ajaran ki hajar dewantara yang
dijadikan semboyan pendidikan yang mana bertujuan untuk menciptakan pribadi
yang Mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain, ini sangat sejalan dengan
pendidikan di Finlandia yang juga berupaya untuk mendorong peserta didik agar
bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka
butuhkan. Peserta didik belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri
informasi yang mereka butuhkan.
Dunia pendidikan
di Finlandia mempunyai filosofi, Taman Siswa yang pernah dipraktikan oleh bapak
pendidikan Indonesia itu. Oleh sebab itu, Kita harus mengembalikan sekolahan
menjadi taman tempat belajar yang menyenangkan. Jangan sampai anak takut
kembali ke sekolah.
Sumber:
2.
http://caredoks.blogspot.co.id/2016/09/pendidikan-finlandia.html
https://www.merdeka.com/peristiwa/tut-wuri-handayani-milik-ki-hajar-dewantara-dipakai-finlandia.html
6.
http://yogya-edu.org/e-refleksi/sharefile/files/22122016184020_UAS_Filsafat.docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar