Guru
Profesional dan Guru Tidak Prosional
Guru merupakan suatu pekerjaan yang
sangat mulia. Tugasnya dalam mendidik dan mempersiapakn generasi penerus bangsa
yang berkompeten baik dari segi akademis maupun perilaku. Karena sangat sakralnya
profesi ini orang jawa membuat kepanjangan dari kata Guru yaitu “digugu lan
ditiru”. Dua kalimat ini sungguh memiliki makna yang mendalam. Kata digudu
berati diperhatikan, lan artinya dan, serta ditiru artinya dicontoh. Jadi seoarng
guru yang digugu dan ditiru artinya bahwa sosok seorang guru tidak hanya
diperhatikan saja tetapi juga ditiru setiap karakter dan tingkah lakunya. Bisa dibayangkan
apabila perilaku seorang guru tidak baik dan tidak profesional, tentu saja
nanti murid-murid yang diajarnya menjadi ikut-ikutan menjadi pribadi yang
dicontohkan oleh gurunya.
Penjatuhan vonis bahwa seorang guru
tidak profesional pastilah berdasarkan titik tolak ukur tertentu tentang
keprofesionalan serta alasan yang jelas yang dianggap menyalahi suatu kaidah
keprofesionalan. Berdasarkan pandangan umum, ketidakprofesionalan dapat
dicerminkan melalui ketidaktepatan dan ketidakpatuhan terhadap aturan yang
sudah titentukan dan disepakati, misalnya saja seorang guru yang datang dalam
proses kegiatan belajar mengajar tidak tepat waktu. Ia tidak datang untuk
melakukan kegiatan belajar mengajar tanpa alasan yang jelas dan membiarkan
terjadinya jam kosong di kelas yang diajar. Ia juga berasal dari background
pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu,
memberikan nilai kepada siswa tidak murni bedasarkan dai hal-hal yang menjadi
aspek penilaian dan masih melibatkan ketidakobyektifan dalam menilai seperti
orang tua siswa A orang berpengaruh atau memiliki suatu jabatan yang tinggi
maka penilaian yang diberikan bagus dan sebaliknya.
Urusan belajar sudah tidak ada sangkut-pautnya
lagi dengan anaknya A, B, dan C. Urusan belajar sebenarnya merupakan urusan
pribadi milik siswa demi memperoleh dan memperluas ilmu pengetahuan. Peran oarng
tua dalam urusan belajar hanyalah membantu, mendampingi, dan mengontrol proses
belajar tersebut. Untuk urusan hasil belajar seorang siswa, hendaknya
benar-benar murni dari ketepatan penilaian yang biasa diperoleh dari
tugas-tugas, ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester.
Hal ini yang mengikat guru untuk tetap
melakukan tugasnya secara profesional adalah kode etik guru yang menjadi hal sakral
bagi setiap pendidik baik guru maupun dosen. Kode etik ini sudah selayaknya
sumpah setia seorang guru untuk mengabdi dan melakukan tugasnya sebagaimana
mestinya tanpa ada penyelewengan yang dilakukan. Penyelewengan kode etik guru
merupakan pedoman dalam bersikap maupun berperilaku yang dituangkan dalam
bentuk nilai-nilai moral serta etika seorang guru sebagai pendidik generasi
penerus bangsa.
Beberapa tahun terakhir ini pemerintah
telah menyusun peraturan perundang-undangan yang dapat dikatakan bisa menjadi
tolak ukur resmi dari keprofesionalan seorang guru sekaligus sebagai pembatas
hal-hal apa saja yang bisa dan membuat seorang guru dikatakan profesional. Salah
satu aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 yang isinya
menyatakan bahwa seorang guru dikatakan profesional apabila memiliki pendidikan
akademik minimal S1 atau D IV serta telah lulus sertivifikasi pendidikan.
Tidak semua guru bergaji tinggi. Hal itu
dapat dilihat dari jenis guru yang disandang, yaitu guru honorer atau guru PNS
(Pegawai Negeri Sipil). Guru honorer merupakan guru yang digaji dalam hitungan
jam untuk setiap dia ngajar, tarifnyapun berbeda-beda tergantung sekolah tempat
dia mengajar bahkan ada beberapa sekolah yang hanya memberikan gaji ala
kadarnya saja terhadap guru honorer yang boleh dibandingkan nilai nominalnya
jauh di bawah standar UMR (Upah Minimum Regional). Bisa dibilang status menjadi
guru honorer merupakan “pengangguran tesembunyi” karena meskipun bekerja gaji
yang diberikan amatlah kecil tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup seahari-hari.
Lain halnya dengan guru PNS ditambah yang telah lulus sertifikasi yang
tergolong makmur karena gaji yang diperoleh mencukupi serta kesejahteraan hidup
di hari tua yang terjamin melalui adanya dana pensiun.
Dalam praktiknya sehari-hari guru honorer
tidak ada bedanya dengan guru PNS yang memakai seragam yang persis sama dan
melakukan pekerjaan belajar mengajar di dalam kelas. Sebenarnya hal ini
menyalahi aturan, karena seharusnya yang bisa menggunakan seragam adalah
pegawai pemerintah (guru PNS). Tak jarang pula guru honorer yang telah mengabdi
di suatu sekolah selama bertahun-tahun harus menelan pil pahit karena mendapat
pengurangan jam yang tidak manusiawi akibat adanya kebijakan baru bahwa guru
PNS harus mengajar selama 24 jam seminggu. Begitu juga persiapan mental yang
tinggi apabila posisinya diisi oleh guru PNS baru hasil rekrutmen pemerintah
melalui tes CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), terutama di sekolah-sekolah
negeri. Dengan hadirnya guru PNS, otomatis keberadaan guru honorer tergusur
begitu aja.
Sebenarnya masalah profesionalisme yang
diberikan terhadap suatu profesi kembali pada diri individu masing-masing
sesuai dengan kesadaran dan tanggungjawabnya. Profesionalisme bukan hanya untuk
profesi guru saja, profesi apapun itu pasti memerlukan sikap profesional untuk
memperoleh dan mearasakan keoptimalan bekerja serta perasaan puas terhadap diri
sendiri yang terkadang tidak bisa diukur dengan material. Hal ini berarti sikap
profesional dapat diberikan guru honorer ataupun PNS tanpa adanya embel-embel
materi. Sosok guru di dalam film laskar pelangi mungkin dapat menjadi contoh
bagaimana menjadi seorang guru yang tidak hanya mengejar materi meski dalam
keadaan kurang tetap berusaha memberikan yang paling otimal dan baik bagi
siswa-siswinya. Perilaku seperti inilah yang dapat diktakan sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa yang sesungguhnya.
Ciri-ciri Guru Profesional
1.
Selalu punya energi untuk siswanya
2.
Memiliki Tujuan yang jelas dalam pelajaran
3.
Mempunyai keterampilan mendisiplinkan yang efektif
4.
Mempunyai keterampilan manajemen kelas yang baik
5.
Bisa berkomunikasi dengan baik bersama orang tua murid
6.
Mempunyai harapan yang tinggi pada siswanya
7.
Memahami tentang Kurikulum
8.
Mengetahui tentang subyek yang diajarkan
9.
Memberikan yang terbaik untuk anak didik dalam proses pengajaran
10. Mempunyai hubungan yang berkualitas dengan siswa
Ciri-Ciri Guru Tidak
Profesional
1.
Tidak membuat program semester.
2.
Tidak membuat persiapan mengajar
3.
Tidak memberikan pekerjaan rumah (PR).
4.
Tidak mengoreksi PR miskipun memberikan PR.
5.
Tidak membahas PR miskipun memberikan PR.
6.
Tidak membuat Bank Soal untuk ulangan harian beserta
kunci jawabannya.
7.
Tidak menyelenggarakan ulangan secara teratur.
8.
Tidak menggunakan pedoman yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam mengoreksi dan menentukan nilai ulangan.
9.
Tidak menganalisa hasil ulangan, dan analisa ulangan
dilakukan hanya untuk keperluan usulan PAK dan kenaikan pangkat.
10. Tidak
melaksanakan perbaikan dan pengayaan.
11. Tidak
mempunyai daftar kumpulan nilai harian, sehingga nilai untuk raport ditentukan
secara awuran yang dikenal dengan istilag "ngaji (ngarang biji).
12. Tidak mau
tahu terhadap perubahan kurikulum yang berlaku.
13. Tidak mau
berkonsultasi dengan teman sejawat ketika mengalami kesulitan dalam memahami
sesuatu bahan ajar, sehingga konsep-konsep ilmu diajarkan dengan pengawuran.
14. .Tidak
berupaya menguasai buku ajar.
15. Tidak
membaca (tidak belajar) untuk menimba pengetahuan yang lebih tinggi di atas
bahan ajar.
16. Tidak peduli
miskipun bahan ajar tidak tuntas disajikan.
17. Tidak serius
memperhatikan siswa pada waktu pembelajaran berlangsung, karena waktunya banyak
digunakan mengurus keperluan lain yang berhubungan dengan kepentingan
pribadinya.
18. Tidak
melakukan kunjungan kepada orang tua siswa, miskipun ada persoalan siswa yang
pemecahannya memerlukan kerjasana dengan orang tua siswa.
19. Tidak peduli
(acuh ta acuh) miskipun kehadirannya di sekolah sering terlambat.
20. .Tidak
bosan-bosan untuk berkali-kali berkata :"saya ya seperti ini. Akan
dimutasi, silahkan. Tunjangan profesi akan dicabut, silahkan. Akan dipensiun
dini, silahkan. Dan kerjanya terus-menerus seenaknya saja.
21. Hampir
selalu terlambat datang di sekolah
22. Sering tidak
masuk hanya karena hal-hal yang tidak layak dijadikan analasa, seperti ikut
rombongan pengantin, membantu famili yang mau selamatan, dan lain sebagainya
dengan segudang alasan.
23. Tetap
mengobrol di ruang guru, miskipun sudah waktunya masuk ke kelas untuk mendidik
dan mengajar.
24. Membuat
keterangan palsu untuk melengkapi portofolio dalam mengikuti sertifikasi guru
dalam jabatan.
25. Membeli
karya tulis untuk kepentingan sertifikasi guru dalam jabatan ataupun untuk
kenaikan pangkat.
Sumber
:
3. http://situspendidik.blogspot.co.id/2016/01/inilah-10-ciri-ciri-guru-profesional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar