Minggu, 08 Oktober 2017

Guru Profesional dan Guru Tidak Prosional



Guru Profesional dan Guru Tidak Prosional

Guru merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia. Tugasnya dalam mendidik dan mempersiapakn generasi penerus bangsa yang berkompeten baik dari segi akademis maupun perilaku. Karena sangat sakralnya profesi ini orang jawa membuat kepanjangan dari kata Guru yaitu “digugu lan ditiru”. Dua kalimat ini sungguh memiliki makna yang mendalam. Kata digudu berati diperhatikan, lan artinya dan, serta ditiru artinya dicontoh. Jadi seoarng guru yang digugu dan ditiru artinya bahwa sosok seorang guru tidak hanya diperhatikan saja tetapi juga ditiru setiap karakter dan tingkah lakunya. Bisa dibayangkan apabila perilaku seorang guru tidak baik dan tidak profesional, tentu saja nanti murid-murid yang diajarnya menjadi ikut-ikutan menjadi pribadi yang dicontohkan oleh gurunya.
Penjatuhan vonis bahwa seorang guru tidak profesional pastilah berdasarkan titik tolak ukur tertentu tentang keprofesionalan serta alasan yang jelas yang dianggap menyalahi suatu kaidah keprofesionalan. Berdasarkan pandangan umum, ketidakprofesionalan dapat dicerminkan melalui ketidaktepatan dan ketidakpatuhan terhadap aturan yang sudah titentukan dan disepakati, misalnya saja seorang guru yang datang dalam proses kegiatan belajar mengajar tidak tepat waktu. Ia tidak datang untuk melakukan kegiatan belajar mengajar tanpa alasan yang jelas dan membiarkan terjadinya jam kosong di kelas yang diajar. Ia juga berasal dari background pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu, memberikan nilai kepada siswa tidak murni bedasarkan dai hal-hal yang menjadi aspek penilaian dan masih melibatkan ketidakobyektifan dalam menilai seperti orang tua siswa A orang berpengaruh atau memiliki suatu jabatan yang tinggi maka penilaian yang diberikan bagus dan sebaliknya.
Urusan belajar sudah tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan anaknya A, B, dan C. Urusan belajar sebenarnya merupakan urusan pribadi milik siswa demi memperoleh dan memperluas ilmu pengetahuan. Peran oarng tua dalam urusan belajar hanyalah membantu, mendampingi, dan mengontrol proses belajar tersebut. Untuk urusan hasil belajar seorang siswa, hendaknya benar-benar murni dari ketepatan penilaian yang biasa diperoleh dari tugas-tugas, ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester.
Hal ini yang mengikat guru untuk tetap melakukan tugasnya secara profesional adalah kode etik guru yang menjadi hal sakral bagi setiap pendidik baik guru maupun dosen. Kode etik ini sudah selayaknya sumpah setia seorang guru untuk mengabdi dan melakukan tugasnya sebagaimana mestinya tanpa ada penyelewengan yang dilakukan. Penyelewengan kode etik guru merupakan pedoman dalam bersikap maupun berperilaku yang dituangkan dalam bentuk nilai-nilai moral serta etika seorang guru sebagai pendidik generasi penerus bangsa.
Beberapa tahun terakhir ini pemerintah telah menyusun peraturan perundang-undangan yang dapat dikatakan bisa menjadi tolak ukur resmi dari keprofesionalan seorang guru sekaligus sebagai pembatas hal-hal apa saja yang bisa dan membuat seorang guru dikatakan profesional. Salah satu aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 yang isinya menyatakan bahwa seorang guru dikatakan profesional apabila memiliki pendidikan akademik minimal S1 atau D IV serta telah lulus sertivifikasi pendidikan.
Tidak semua guru bergaji tinggi. Hal itu dapat dilihat dari jenis guru yang disandang, yaitu guru honorer atau guru PNS (Pegawai Negeri Sipil). Guru honorer merupakan guru yang digaji dalam hitungan jam untuk setiap dia ngajar, tarifnyapun berbeda-beda tergantung sekolah tempat dia mengajar bahkan ada beberapa sekolah yang hanya memberikan gaji ala kadarnya saja terhadap guru honorer yang boleh dibandingkan nilai nominalnya jauh di bawah standar UMR (Upah Minimum Regional). Bisa dibilang status menjadi guru honorer merupakan “pengangguran tesembunyi” karena meskipun bekerja gaji yang diberikan amatlah kecil tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup seahari-hari. Lain halnya dengan guru PNS ditambah yang telah lulus sertifikasi yang tergolong makmur karena gaji yang diperoleh mencukupi serta kesejahteraan hidup di hari tua yang terjamin melalui adanya dana pensiun.
Dalam praktiknya sehari-hari guru honorer tidak ada bedanya dengan guru PNS yang memakai seragam yang persis sama dan melakukan pekerjaan belajar mengajar di dalam kelas. Sebenarnya hal ini menyalahi aturan, karena seharusnya yang bisa menggunakan seragam adalah pegawai pemerintah (guru PNS). Tak jarang pula guru honorer yang telah mengabdi di suatu sekolah selama bertahun-tahun harus menelan pil pahit karena mendapat pengurangan jam yang tidak manusiawi akibat adanya kebijakan baru bahwa guru PNS harus mengajar selama 24 jam seminggu. Begitu juga persiapan mental yang tinggi apabila posisinya diisi oleh guru PNS baru hasil rekrutmen pemerintah melalui tes CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), terutama di sekolah-sekolah negeri. Dengan hadirnya guru PNS, otomatis keberadaan guru honorer tergusur begitu aja.
Sebenarnya masalah profesionalisme yang diberikan terhadap suatu profesi kembali pada diri individu masing-masing sesuai dengan kesadaran dan tanggungjawabnya. Profesionalisme bukan hanya untuk profesi guru saja, profesi apapun itu pasti memerlukan sikap profesional untuk memperoleh dan mearasakan keoptimalan bekerja serta perasaan puas terhadap diri sendiri yang terkadang tidak bisa diukur dengan material. Hal ini berarti sikap profesional dapat diberikan guru honorer ataupun PNS tanpa adanya embel-embel materi. Sosok guru di dalam film laskar pelangi mungkin dapat menjadi contoh bagaimana menjadi seorang guru yang tidak hanya mengejar materi meski dalam keadaan kurang tetap berusaha memberikan yang paling otimal dan baik bagi siswa-siswinya. Perilaku seperti inilah yang dapat diktakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya.

Ciri-ciri Guru Profesional
1.      Selalu punya energi untuk siswanya
2.      Memiliki Tujuan yang jelas dalam pelajaran
3.      Mempunyai keterampilan mendisiplinkan yang efektif
4.      Mempunyai keterampilan manajemen kelas yang baik
5.      Bisa berkomunikasi dengan baik bersama orang tua murid
6.      Mempunyai harapan yang tinggi pada siswanya
7.      Memahami tentang Kurikulum
8.      Mengetahui tentang subyek yang diajarkan
9.      Memberikan yang terbaik untuk anak didik dalam proses pengajaran
10.  Mempunyai hubungan yang berkualitas dengan siswa

Ciri-Ciri Guru Tidak Profesional
1.      Tidak membuat program semester.
2.      Tidak membuat persiapan mengajar
3.      Tidak memberikan pekerjaan rumah (PR).
4.      Tidak mengoreksi PR miskipun memberikan PR.
5.      Tidak membahas PR miskipun memberikan PR.
6.      Tidak membuat Bank Soal untuk ulangan harian beserta kunci jawabannya.
7.      Tidak menyelenggarakan ulangan secara teratur.
8.      Tidak menggunakan pedoman yang dapat dipertanggungjawabkan dalam mengoreksi dan menentukan nilai ulangan.
9.      Tidak menganalisa hasil ulangan, dan analisa ulangan dilakukan hanya untuk keperluan usulan PAK dan kenaikan pangkat.
10.  Tidak melaksanakan perbaikan dan pengayaan.
11.  Tidak mempunyai daftar kumpulan nilai harian, sehingga nilai untuk raport ditentukan secara awuran yang dikenal dengan istilag "ngaji (ngarang biji).
12.  Tidak mau tahu terhadap perubahan kurikulum yang berlaku.
13.  Tidak mau berkonsultasi dengan teman sejawat ketika mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu bahan ajar, sehingga konsep-konsep ilmu diajarkan dengan pengawuran.
14.  .Tidak berupaya menguasai buku ajar.
15.  Tidak membaca (tidak belajar) untuk menimba pengetahuan yang lebih tinggi di atas bahan ajar.
16.  Tidak peduli miskipun bahan ajar tidak tuntas disajikan.
17.  Tidak serius memperhatikan siswa pada waktu pembelajaran berlangsung, karena waktunya banyak digunakan mengurus keperluan lain yang berhubungan dengan kepentingan pribadinya.
18.  Tidak melakukan kunjungan kepada orang tua siswa, miskipun ada persoalan siswa yang pemecahannya memerlukan kerjasana dengan orang tua siswa.
19.  Tidak peduli (acuh ta acuh) miskipun kehadirannya di sekolah sering terlambat.
20.  .Tidak bosan-bosan untuk berkali-kali berkata :"saya ya seperti ini. Akan dimutasi, silahkan. Tunjangan profesi akan dicabut, silahkan. Akan dipensiun dini, silahkan. Dan kerjanya terus-menerus seenaknya saja.
21.  Hampir selalu terlambat datang di sekolah
22.  Sering tidak masuk hanya karena hal-hal yang tidak layak dijadikan analasa, seperti ikut rombongan pengantin, membantu famili yang mau selamatan, dan lain sebagainya dengan segudang alasan.
23.  Tetap mengobrol di ruang guru, miskipun sudah waktunya masuk ke kelas untuk mendidik dan mengajar.
24.  Membuat keterangan palsu untuk melengkapi portofolio dalam mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan.
25.  Membeli karya tulis untuk kepentingan sertifikasi guru dalam jabatan ataupun untuk kenaikan pangkat.


Sumber :
3.      http://situspendidik.blogspot.co.id/2016/01/inilah-10-ciri-ciri-guru-profesional.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar